SULAWESI SELATAN - INDONESIA

Phinisi : Kapal Tangguh dari Tanah Sulawesi

Sejak beberapa abad lalu, suku Bugis-Makassar dikenal sebegai pelaut ulung, tangkas dan tahan uji. banyak catatan yang menggambarkan kehebatan mereka dalam mengarungi lautan. Mereka juga dikenal garang di lautan. Seperti yang sudah saya katakan di post Kisah Manusia Bugis di Singapura, Mereka tidak hanya berlayar di perairan Nusantara, tetapi di berbagai belahan dunia. Mereka telah sampai di semenanjung Malaka, termasuk Singapura, Philipina, Afrika Selatan, Madagaskar, dan bahkan katanya juga telah sampai di Mexico.

Ketika Presiden Sukarno berkunjung ke Mexico pada 1962, salah satu acara yang dilaksanakan ialah menyaksikan kerangka perahu layar di pantai acopulco. Tim ahli setempat pernah mengadakan penelitian terhadap bangkai perahu tersebut, dan kemudian menyimpulkan bahwa itu adalah kerangka perahu layar dari Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Kapal tersebut diperkirakan datang pada abad ke 15.

Dalam melakukan pelayaran ke berbagai penjuru nusantara maupun benua lain, para pelaut Bugis-Makassar menggunakan alat transportasi tradisional, yaitu perahu. Perahu tersebut juga terdiri dari beberapa jenis, dan ternyata dibuat oleh komunitas orang Konjo dari kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Salah satu Perahu yang dipergunakan untuk mengarungi lautan adalah Pinisi. Perahu Pinisi telah digunakan oleh pelaut Bugis-Makassar sejak ratusan tahun lalu. Meskipun perahu pinisi dibuat secara sederhana dari dulu hingga kini, namun apabila dikaji dan diteliti sebenarnya teknologi yang digunakan merupakan sebuah pengetahuan yang sudah dibakukan sejak dahulu. Salah satu yang telah meneliti Perahu Phinisi ini adalah F. Collins dari Inggris.

Kapal Phinisi yang sedang dikerjakan
Kapal Phinisi yang sedang dikerjakan

Bagi saya, berdasarkan pengetahuan saya yang terbatas, Kapal Phinisi itu sangat legendaris. Kekuatannya sudah teruji mampu mengarungi samudera, selain bukti bangkai kapal di Pantai Acopulco Mexico, Pelayaran Historis Pinisi ke Voncouver Canada pada tahun 1986 dan Keberhasilan Pinisi dalam misi pelayaran Pinisi Amanna Gappa ke Madagaskar adalah bukti-bukti nyata ketangkasan perahu dengan ciri dengan ciri khas dua tiang tujuh layar ini mengarungi samudera.

Menurut Usman Pelly (1975) Kapal Pinisi dibuat oleh ahli-ahli perahu yang berasal dari salah satu desa di Bonto Bahari Bulukumba, yaitu Desa Ara. Sampai akhir 1970-an orang ara memonopoli keahlian membuat Perahu Pinisi secara turun temurun. Menurut Legenda, keahlian mereka sama tuanya dengan kebudayaan maritime suku bugis Makassar itu sendiri. Keahlian membuat perahu Pinisi sendiri ternyata sangat erat kaitannya dengan legenda Sawerigading yang tenggelam kemudian hanyut dan terdampar di sekitar tanjung Bira. Orang Ara percaya, bahwa kepandaian mereka membuat perahu bersumber dari penemuan bagian-bagian perahu Sawerigading yang tenggelam itu. Menurut mereka, kepingan-kepingan itu dikumpulkan kemudian dirakit kembali. Dari hasil rakitan itulah orang Ara mendapatkan inspirasi pembuatan kapal. Orang Lemo-lemo juga percaya bahwa keahlian mereka dalam membuat kapal juga berasal dari penemuan bagian perahu Sawerigading, begitu pula orang Bira yang percaya keahlian berlayar mereka berasalh dari bagian perahu Sawerigading

Peranan Orang Desa Ara, Bira dan Lemo-lemo memang sejak dahulu dikenal orang sebagai 3 Desa Pinisi. Masing-masing ketiga desa tersebut meiliki peranan tersendiri, menurut sebuah sumber orang Ara berperan sebagai pembuat, orang Lemo-lemo sebagai pemodal, dan orang Bira sebagai pelaut. Ada juga yang mengatakan orang Ara sebagai pembuat, Orang Lemo-lemo sebagai penghalus pekerjaan, dan orang Bira sebegai penentu bentuk atau model perahu. Pendapat terakhir lebih kuat karena didasarkan pada sebuah bait suatu karya sastra “Sinrilikna Datu Museng” yang berbunyi : “Panre Patangara’na Bira, Pasingkolo Tu Araya, Pabingkung tu Lemo-lemo”. Yang artinya kurang lebih seperti pendapat terakhir.

Tana Beru : Pusat pembuatan Kapal Phinisi

Salah Satu tugu pertanda Tana Beru
Salah Satu tugu pertanda Tana Beru

            Saya kembali berkunjung ke Tana Beru, Pusat pembuatan kapal Phinisi yang legendaris itu. Memang dulunya Ara merupakan salah satu pusat pembuatan kapal phinisi. Namun kini yang dikenal sebagai pusat pembuatan kapal phinisi yang paling ramai adalah Tana Beru. Tana Beru ini merupakan pintu masuk ke kecamatan bonto bahari, sehingga wilayahnya mudah dijangkau. Ditambah lagi Tana Beru memiliki pantai yang panjang dan landau sehingga memudahkan transportasi. Mungkin itulah alasan mengapa Tana Beru menjadi pusat pembuatan kapal Phinisi yang paling ramai.

Proses Pembuatan Kapal Phinisi

            Berbeda dengan kunjungan pertama saya ke Tana Beru yang hanya melihat sekilas pembuatan kapal Phinisi. Di Kunjungan kedua saya ini, saya menyaksikan lebih dalam proses pembuatan itu. Terlebih karena melihat pembuatan kapal itu dari dalam kapal yang sementara dibuat. Saya sempat bertanya ke beberapa pekerja tentang proses pembuatan kapal ini. Dan Proses pembuatannya memerlukan banyak modal dan tahapan. Itulah mengapa mungkin Kapal Phinisi juga terbilang mahal.

Untuk membuat Kapal Phinisi, yang pertama-tama harus diperhatikan adalah Jenis Kayu dan peralatan Pembuatan Perahu. Kayu untuk Bahan Baku perahu harus memenuhi persyaratan, baik ukuran dan kualitas. Terutama kayu yang akan digunakan untuk komponen bagian perahu yang selalu terendam air, harus kedap air, tidak mudah pecah dan anti kutu. Pada umumnya, jenis kayu yang digunakan adalah Kayu Suryan, kayu jati, kayu kesambi atau kayu besi. Lalu Peralatan pembuatan perahu yang digunakan, secara garis besar meliputi Kapak, Gergaji, bor, pahat, Parang, Palu Kayu dan lain-lain.

Lalu proses pembuatannya meliputi tiga proses, yaitu proses Pengolahan Kayu, Pembuatan Perahu dan Peluncuran Perahu. Diantara ketiganya, proses pembuatan perahu juga masih memiliki beberapa tahapan yang panjang, seperti pemasangan papan terasa (papan dasar), Pemasangan Rangka, Pemasangan Papan Lamma (papan lentur), Pemasangan Lepe (lembaran kayu), kalang (balok  khusus yang agak cembung) , bengkeng salara dan Kalang, dan pemasangan anjong. Secara keseluruhan, pembuatan perahu Phinisi bisa memakan waktu sekitar satu tahun.

***

Salah satu keunikan pembuatan perahu tradisional termasuk phinisi ialah dinding perahu yang lebih dahulu dibuat, baru kemudian rangkanya. Oleh karena dinding yang lebih dahulu dibuat, maka bentuk dan style perahu ditentukan oleh dinding atau kulit perahu. Dinding perahu dapat dibedakan atas papan terasa (papan keras / papan dasar)  dan papan Lamma. Papan Terasa atau Papan dasar adalah susunan papan lambung perahu bagian bawah yang selalu terendam air. Dalam pembuatan perahu yang dibuat dari kepingan papan yang pertama kali dikerjakan adalah pemasangan lunas. Lunas perahu terdiri dari 3 potong balok dengan ukuran tertentu sesuai dengan kapasitas yang diinginkan. Sesudah pemasangan lunas, yang diperkuat dengan papan pengepek. Papan Terasa dipasang dengan teknik tertentu sesuai urutan yang ditetapkan. Jumlah lajur (susun) papan terasa yang dibutuhkan yang dibutuhkan untuk satu perahu pinisi, tergantung pada kapasitas perahu yang akan dibangun. Untuk Pinisi ukuruan 30-40 ton, terkadang harus memakai papan terasa 11 lajur dengan jumlah papan 124 lembar. Ketentuan ukuran dan jumlah papan terasa telah dibakukan sejak dahulu oleh panrita, dan uniknya papan lajur harus selalu ganjil, sedangkan kepingan papan harus genap.

Papan Terasa di Bagian Bawah
Papan Terasa di Bagian Bawah
Bagian Lumbung Kapal
Bagian Lumbung Kapal

Setelah pemasangan papan terasa, maka selanjutnya pemasangan rangka. Rangka berfungsi sebagai pengukuh/memperkuat kulit / dinding. Rangka terdiri dari kelu dan soloro. Kelu adalah balok dengan ukuran tertentu, mirip dengan huruf v, yang dipasang melintang kiri dan kanan perahu pada tempat tertentu yaitu pada tambugu. Antara kedua kelu (pada ruang) dipasang soloro. Balok-balok soloro dipasang tidak melintang seperti kelu. Tetapi ujungnya hanya sampai di pinggir lunas. Balok-balok soloro dan kelu sengaja dipilih dari kayu bengkok alami dan disesuaikan dengan lengkungan lambung perahu.

Setelah itu, dilakukan pemasangan papan Papan Lamma. Papan Lamma ini merupakan dinding paling atas sebuah perahu. Fungsinya adalah untuk mengikat papan terasa. Pemasangan papan lamma merupakan tahap akhir dari pemasangan dinding perahu. Setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan lepe, kalang, bangkeng salara, dan katabang.

Lepe ialah lembaran kayu dengan ukuran khusus yang dipasang di atas balok rangka yang berfungsi untuk merangkal / saling menguatkan pasangan rangka perahu. Setelah pemasangan lepe, maka kalang sudah dapat dipasang. Kalang ialah balok dengan ukuran khusus yang dibentuk agak cembung pada bagian atasnya dipasang melintang kiri kanan perahu. Ujung kalang bertumpu pada lepe dan dikuatkan dengan pasok atau baut. Setelah itu, dilakukan pemasangan bengkeng salara, yaitu beberapa pasang balok dengan ukuran dan kualitas tertentu.

Bagian Dek, Lantainya disebut Katabang
Bagian Dek, Lantainya disebut Katabang, Kamarnya sementara dibuat
Bagian Dek, Lantainya disebut Katabang
Bagian Dek, Lantainya disebut Katabang

Setelah semuanya selesai, Katabang mulai dipasang di pinggir perahu sampai seluruh permukaan tertutup kecuali pintu. Katabang adalah lantai dek perahu. Sesudah pemasangan katabang masih ada beberapa pekerjaan yang dirampungkan seperti pembuatan kamar, pemasangan komponen bagian belakang dan bagian depan, salah satunya anjong. Anjong adalah sebatang balok yang dipasang mencuat di bagian depan perahu yang berfungsi sebagai tempat mengikatkan tiga lembar layar depan perahu.

Rancangan Kapal
Rancangan Kapal
Bagian Depan, Balok yang memanjang kedepan disebut Anjong
Bagian Depan, Balok yang memanjang kedepan disebut Anjong

Kegiatan akhir dari seluruh pekerjaan badan perahu sebelum diluncurkan ialah annisi’ (konjo) atau mappanisi. Yaitu menyumbat seluruh persambungan papan dengan bahan baruk gallang atau baha lain yang sesuai agar tidak kemasukan air. Setelah semuanya selesai, Kapal Pinisi siap diluncurkan. Waktu peluncuran biasanya dilakukan pada siang hari, dengan hari-hari tertentu menurut kebiasaan orang Bugis-Makassar. Malam Sebelum peluncuruan juga dilakukan upacara tertentu, dan beberapa hari sebelum peluncuran dilakukan persiapan tertentu, seperti memasang kengkeng jangang di kiri dan kanan perahu. Kengkeng Jangang ialah balok-balok besar dan panjang yang dipasang sedemikian rupa agar perahuu tidak miring / rebah pada saat didorong.

***

Saya menghampiri satu kapal yang katanya dipesa oleh orang Perancis dengan harga sekitar 1 Milyar lebih. Saya naik lewat papan yang dibentangkan dari dek perahu. Dan melihat dari dalam para tukang / sawi yang sedang asik mengerjakan bagian dek perahu. Untuk perahu ini, hampir seluruh komponennya telah selesai dibuat. Papan Terasa, Papan Lamma, rangka dan lain-lain. mungkin tinggal deknya saja yang belum tuntas, seperti kamar, dan proses mappanisi-nya. Layarnya juga belum ada. Tapi yang pasti, proses ini tidak akan memakan waktu yang lama. Saya berharap suatu saat bisa mencicipi pelayaran dengan Kapal Phinisi yang riwayatnya sungguh mengagumkan ini mengarungi samudera. Hoaahh.., entah kapan itu.

Kapal Phinisi yang sudah jadi (sumber)
Kapal Phinisi yang sudah jadi (sumber)

13 comments on “Phinisi : Kapal Tangguh dari Tanah Sulawesi

  1. kehebatan kapal phinisi ini sudah melegenda
    kalau sekarang lagi di prioritaskan industri maritim … semakin banyak pesanan kapal phinisi ya …

    Disukai oleh 1 orang

  2. ini yg bikin penasaran balik ke makassar

    Disukai oleh 1 orang

  3. Rifqy Faiza Rahman

    Pelan-pelan rasa penasaran bagaimana proses pembuatan pinisi terkuak dari tulisan ini. Sudah lama saya dibuat kagum dengan cerita-cerita pelaut pinisi yang melegenda. Kagum juga tingkat kerumitan pembuatannya 🙂

    Disukai oleh 1 orang

  4. kalau lagi ngetrip ke indonesia timur beberapa kali nemu kapal phinisi. kelihatan wah dan megah, tapi sampai sekarang belum pernah menumpang di kapal phinisi, baca cara pembuatan kapal ini aja sudah buat terkagum-kagum yach.

    Disukai oleh 1 orang

  5. Dulu pernah semangat banget foto sama miniatur kapal Pinisi di Museum Bahari, teman saya reaksinya biasa aja. Oh, ternyata dia udah ke Bulukumba ngeliat yang luar biasa 🙂 Saya sementara nyimak di blog ini dulu lah, terimakasih ulasannya…
    Btw semoga nanti keinginannya bisa tercapai, aamiin…

    Disukai oleh 1 orang

  6. Ping-balik: Liburan ? Ke Bulukumba Yuk! – Bukan Pajokka

Tinggalkan komentar